Sejarah Desa Bandung
Desa Bandung terletak di utara sungai Brantas serta terbagi oleh sungai kecil yang melintas di tengah desa. Mayoritas penduduk bekerja sebagi petani.
Desa Bandung Sebelum tahun 1974 merupakan desa yang sangat subur gemaripah lojinawi karena memiliki sungai yang terhubung langsung dengan sungai Brantas. Namun setelah bendungan karangkates Malang dibangun air Kali Brantas berkurang yang akibatnya kali bandung tidak berfungsi lagi.
Konon Desa Bandung merupakan hamparan sungai yang luas sekali. Bahkan ada yang mengatakan seluruh tanah pekarangan yang ada di desa Bandung dulunya adalah lembah sungai. Hal tersebut bisa di buktikan jika tanah pekarangan di gali dengan kedalaman 2 meter pasti tanahnya berpasir seperti pasir kali Brantas.
Kali Bandung merupakan anakan kali Brantas terbesar setelah kali mas. Kali bandung juga mengalir ke dusun Pelabuhan desa Ngabar. Konon dusun tersebut juga merupakan pelabuhan terbesar tempat bersingganya kapal sebelum menuju Bumi Mojopahit. Kali Bandung juga sebagai jalan lalulintas air dari Mojopahit menuju kerajaan –kerajan di luar pulau Jawa. Pada saat tentara Tar-Tar dari daratan Mongolia ingin menghanjurkan kerajaan Singosari Kali Bandung pun ikut berjasa.
Sirno Ilang Kertaning Bumi 1400 tahun saka Negeri Mojopahit Runtuh Pemerintahannya pindah ke bumi Mataram. Mojopahit tinggal sisa-sisa kejayaan, masyarakat mulai gelisa kenyamanan dan keselamatannya sudah tidak mendapat jaminan, Di sana sini banyak kerusuhan masyarakat sudah tidak konduksif lagi, dan yang paling berbahaya bila kerusuhan itu datang dari luar mojopahit.
Untuk mengantisipasi perusuh baik dari luar pulau ataupun utara mojopahit, maka dikirimlah senopati Mojopahit yang bernama Mbak Karang jiwo, Karang Jiwo Punya Arti Karang Atau Pekarangan, Jiwo dari kata Ji Artinya Satu, Wo artinya Nyawa, Mbah Karang jiwo adalah seorang utusan Mojopahit yang menempati pekarangan seorang diri yang sekarang disebut Karang Jiwo. Beliau tinggal di tepih barat Kali Bandung yang sekarang menjadi Dusun Ngudi. Ngudi artinya Ngupadi (mencari), mengemban tugas suci seorang diri untuk menyelamatkan bumi Mojopahit dari para perusuh. Mbah Karangjiwo disamping mengemban tugas dari kerajaan beliau juga mengajarkan ilmu pertanian dan ilmu kanuragan. Bumi karangjiwo disamping tempat tinggalnya juga sebagai tempat berkumpulnya masyarakat untuk menimba ilmu dari Mbah Karangjiwo. Hal tersebut bisa dilihat dari bekas peninggalan bersejarah berupah Punden Karang Jiwo Yang sejatinya adalah tempat ibadah atau semacam Candi sekalih gus tempat beliau tinggal. Mbah Karang Jiwo dalam melaksanakan tugasnya di bantuh oleh penduduk setempat.
Walaupun Mbah karangjiwo sudah berusaha sekuat tenaga tapi dalam upayanya masih banyak perusuh yang lolos. Guna memperkuat pasukan Kali Bandung Kesultanan Mataram mengutus seorang seno patih dengan juluk Mbak Balong Mrutu atau Balong Truno. Balong Truno Punya Arti Balong Lembah Sedang Truno Laskar atau prajurit. Mbah Balong Truno atau Balong Mrutu berjuang bersama pasukannya tinggal di tepi timur Kali Bandung. Dalam menjalankan tugasnya Mbah Balong Mrutu membuat pertahanan Yang sangat kuat dan berlapis-lapis. Di sebelah timur Kali Bandung Di bangun pertahanan Pagerwojo, Pagerjo, pagarluyung Benteng terakhir dari Gedeg.
Mbah KarangJiwo dan Mbah Balong Mrutu bersama- sama warga dan pasukannya menjaga keamanan dan ketentraman Bumi Mojopahit di tepih kali Bandung. Mbah balong truno berujar jika ada ramainya jaman desa di tepi kali ini diberi nama DESA BANDUNG. BANDUNG Punya Arti Bersama – sama menanggulangi musuh Mojopahit, bersama-sama menjaga keamanan dan ketentraman bumi Mojopahit Demikian sejarah singkat desa dusun Ngudi dan Dusun Bandung yang masing masing dusun punya karakter yang beda, Warga dusun Ngudi Cenderung pakai budaya Mojopahit dan konon Warga ngudi punya ilmu kanoragan ala mojopahit. Sedang warga bandung karena banyak mendapat ilmu dari Mataram maka cenderung budayanya berbau mataram.
Berikut ini adalah daftar nama Kepala Desa yang memimpin Desa Bandung sejak pertama kali, yaitu:
NO | Nama Kepala Desa | Masa Jabatan |
1 | Sumo prawiro djihardjo | Tahun 1840-1870 |
2 | Mbah Dinar | Tahun 1870-1896 |
3 | Sleman | Tahun 1896-1026 |
4 | Bronto | Tahun 1926-1930 |
5 | Sumo Diharjo | Tahun 1930-1966 |
6 | Sutadji | Tahun 1966-1989 |
7 | Banadji | Tahun 1989-1997 |
8 | Siti Asiah | Tahun 1997-2007 |
9 | Iva Mayawati | Tahun 2007-2013 |
10 | Komari Arifin | Tahun 2013-2019 |
11 | Komari Arifin | Tahun 2020-2026 |